Idul fitri, moment yang sangat ditunggu-tunggu umat muslim di dunia. Setelah sebulan penuh berpuasa, tibalah saat dimana hati kemenangan telah tiba. Berbagai hidangan khas hari raya pin tak luput terhifang diatad meja. Kue-kue kering, masakan-madakan khas, menjadi sesuatu yang wajib dihidangkan di hari raya.
Mereka yang berada di kampung halaman, menyambut dengan gembira datangnya hari raya. Baju baru, untuk kemenangan yang baru.
Sekarang, mari kita tengok mereka yang ada di perantauan.
dress baru, ya pasti untuk yang memang tak sungkan menghabiskan materi untuk belanja.
Hari libur, tentu pastilah didapatkan untuk mereka yang memiliki boss yang pengertian.
Sholat ied berjama'ah, ya pasti dong. Kan lebaran belum afdol kalo belum sholat ied, tapi hanya untuk mereka yang diperbolehka oleh si pemberi gaji.
Tahukah kalian, mereka yang hidup di perantauan terbagi menjadi dua disi. Sisi menyenangkan dan sisi menenangkan.
mereka yang hidup disisi menyenangkan selalu bisa bersenang-senang. Hidup bebas dari tekanan ketika hari libur didapatkan. Bebas pergi kemana saja dengan mengantongi ijin dari sang tuan. Tak memiliki beban pikiran.
namun, kadang kala mereka harus berhadapan dengan kenyataan dibalik kata menyenangkan.
Tertekan dengan pekerjaan, serba salah dan selalu menelan banyak omelan.
Mereka yang hidup disisi menenangkan, selalu tenang. Menerima kenyataan dengan ikhlas, tidak banyak menuntut. Selagi diperlakukan dengan baik dan hak-hak nya terpenuhi, merrka akan lebih banyak diam. Sekalipun harus seperti orang pingitan. Sekalipun hari libur hanya angan-angan.
mereka, akan tetap tenang dalam wujud, bungkam.
Meski, hati mereka pun merasa iri. Ingin merasakan udara-udara luar.mereka berontak dalam hati yang kemudian berbuah air mata.
Ada satu sisi lagi yang sudah menjadi rahasia umum. Sisi yang jauh dari kata menenangkan bahkan menyenangkan. Ya, mereka berada pada sisi kurang beruntung.bahkan masik ada juga yang jauh kedalam lubang kura beruntung. Menjadi tumpuan bogem mentah sang tuan, dikambing hitamkan oleh orang-orang yang tak mau disalahkan, korban human trafficking dan masih banyak lagi, air mata sudah menjadi rutinitas wajib bagi mereka yang hidup di sisi ini.
kalian pasti bisa membayangkan apa yang mereka harapka, bukan?
Kembali kita bahas tentang idul fitri. Di tanah rantau, yang penduduk islamnya hanya menduduki satu angka dalam persentase, gema takbir menjadi hal yang langka. Jangankan takbir adzan saja hanya bisa didengar melalui salah satu aplikasi yang bisa di download pada google playstore (untuk merrka yang memiliki smartphone).
Untuk mereka yang meripakan member dari netizen, ketka berselancar di dunia maya, membaca postingan hari hara, video takbir yang menggema, sangatlah menyayat hati. Air mata tak henti menetes dipipi, apalagi jika yang sudah lebih dari dua kali hari raya tak berkumpul bersama keluarga, pasti sangatlah nelangsa, ya bukan?
Disaat keluarga dirumah berkumpul di hari raya, mereka yang ada di perantauan habya bisa Bertakbir seorang diri di dalam ruangan yang sunyi. Air mata mengalir tanpa henti, inilah kenyataan yang harus dihadapi.
terlebih untuk yang jauh berada dalam lubah beruntung, harus menelan kenyataan pahit yang menyakitkan
Tidak ada yang istimewa di hari raya. Tidak ada ketupat opor ayam, tidak ada kue khas lebaran, dan tidak ada rombongan orang-orang yang saling bermaaf-maafan. Sepi, hanya mereka yang menjadi member setia dunia maya, yang banjir ucapan hari raya. Yang lainnya, hanya meneteskan air mata membaca pesan dari keluarga di indonesia.
Inilah perantauan, berbagai kisah tertulis dalam buku harian masing-masing. Tangis,tawa,sabar dan taqwa, sudah menjadi penghias hidup mereka. Tidak semua perantau beruntung. Dan tidak pula semua tidak beruntung.
Dan, saya adalah dalah satu dari mereka.
Jika kalian bertanya, disisi yang mana?
Daya pasti akan menjawab disisi yang menenangkan. Ya, saya banyak bungkam dalam realita. Tapi banyak saya tumpahkan dalam tinta.
Saya, seorang perantau di negeri formosa.
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
TAQABALALLLAHUMINNAWAMINKUM, MINALAIDZIN WALFAIDZIN.
Kaohsiung city, 170715 14:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar